This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 09 Mei 2012

Siswi SD Hamil ga Ikut UN


Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mendesak pemerintah agar siswi hamil tetap dibolehkan mengikuti ujian nasional.

"Pendidikan adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dipenuhi tanpa diskriminasi. Karenanya, kami mendesak pemerintah atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar tetap membolehkan siswi hamil untuk mengikuti ujian nasional," kata Direktur Daerah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY Maesur Zaky di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia kasus siswi hamil atau kehamilan tidak diinginkan di kalangan pelajar tidak dapat dilihat secara sempit, yaitu persoalan moralitas semata, namun juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas.

Ia menyebutkan kasus kehamilan tidak diinginkan di kalangan pelajar disebabkan oleh diabaikannya hak kesehatan reproduksi oleh negara dengan tidak memberikan akses pada remaja untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dan seksual.

Menjelang dilaksanakannya ujian nasional (UN), sejumlah daerah telah mengeluarkan larangan bagi siswi hamil untuk mengikuti ujian nasional, seperti di Provinsi Jawa Timur.

Dasar pelarangan tersebut adalah, siswi hamil dianggap telah melanggar norma, mencemarkan nama baik sekolah, dan dianggap sebagai tindakan kriminal.

"Bahkan ada beberapa sekolah yang menyatakan bahwa siswi hamil dapat dianggap tidak lulus karena tidak lulus dalam penilaian kriteria budi pekerti. Kami menganggap hal ini adalah diskriminasi bagi perempuan," katanya.

Di DIY, lanjut Maesur, sudah ditemukan ada enam siswi hamil yang dilarang mengikuti UN 2012, dan diperkirakan angkanya masih lebih banyak karena adanya kecenderungan tingkat pernikahan dini di provinsi tersebut semakin tinggi dari tahun ke tahun.

Ia mengatakan, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang benar, tidak semata-mata ditujukan untuk mencegah perilaku seksual beresiko tetapi juga menciptakan remaja yang memiliki konsep diri dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.

Oleh karena itu, PKBI DIY pun menuntut sekolah untut memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual sebagai pemenuhan hak remaja dan pencegahan perilaku seksual berisiko.

"Kami juga menuntut agar remaja selalu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan," lanjutnya.

Sehat yang mana nih??? esek-esek dan pusat kebugaran

BANDUNG, (PRLM).- Pasca terungkapnya tarian erotis menjurus striptis di Cafe & Music Lounge Bell Air, tak menyurutkan beberapa pengusaha hiburan di Kota Bandung untuk tetap menyajikan hiburan esek-esek. Modusnya berbagai macam antara lain karaoke dan spa.
Berdasar penelusuran wartawan, ada beberapa tempat karaoke dan spa khusus lelaki yang menyediakan fasilitas esek-esek tersebut. Seperti sebuah tempat karaoke yang tak jauh dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Di tempat karaoke yang menyatu dengan hotel tersebut, ternyata menyediakan paket tarian erotis menjurus striptis.
Khusus untuk paket khusus itu, kamar karaokenya pun khusus. Kamar eksklusif itu terpisah dari kamar-kamar karaoke lainnya. Letaknya ada di lantai tiga sementara kamar karaoke "biasa" berada di lantai empat.
Di lantai tiga itu, ada empat kamar eksklusif yang menyediakan paket eksklusif. Hanya tamu-tamu tertentu yang bisa mengakses kamar tersebut. Pasalnya, kamar itu letaknya di belakang dan menyatu dengan kamar hotel biasa.
Harga sewa kamar-kamar ekslusif itu ialah Rp 350.000 per tiga jam atau Rp 950.000 per harinya. Itu belum termasuk pajak. Saking larisnya kamar-kamar itu, para pelanggan mesti mem-booking beberapa jam sebelumnya.
Untuk tarian striptis, penarinya adalah para dayang-dayang tempat karaoke alias pemandu lagu (PL). Para PL ini disediakan Sang Mamih di lokasi karaoke. Sang Mamih akan membawa para PL ke kamar tamu. Para PL yang kebanyakan wanita muda dan berpakaian seksi itu, berjejer di hadapan para tamu untuk dipilih. Untuk menemani tamu-tamu, tiap dayang dibayar Rp 70.000 per jamnya.
Selain karaoke esek-esek, di Kota Bandung kini mulai bertebaran pusat-pusat kebugaran yaitu spa khusus lelaki. Meski mempromosikan sebagai tempat pijat, spa, dan sauna, tapi praktiknya hampir sama dengan prostitusi.
Beberapa tempat spa plus-plus itu tersebar di berbagai lokasi di Kota Bandung. Di spa-spa itu, hanya melayani tamu lelaki. Para pemijatnya yang disebut terapis, selalu berpakaian seragam yang minim. Untuk mendapat layanan "istimewa", biasanya tamu ditawari paket Body Message (BM). Harganya bervariasi. Tapi untuk yang spesial, disediakan ruangan khusus berdinding tembok, kamar mandi dalam, televisi, dan pintu. Kamarnya terpisah.
Untuk paket spesial", harganya Rp 300.000 - Rp 500.000 per satu setengah jam. "Itu sudah termasuk pijat, spa, sauna, "dimandikan" hingga layanan spesial. Di beberapa tempat spa, bahkan kita langsung disodorkan paket berhubungan intim tanpa embel-embel pijat," ucapnya.
Maraknya praktik-praktik esek-esek berkedok hiburan dan kebugaran tersebut, seperti dibiarkan saja berjalan tanpa ada pengawasan dari pemerintah setempat ataupun kepolisian. "Biasanya mereka (pemda dan pihak keamanan -red.) pura-pura gak tau. Tapi mereka pandai sekali beralibi bahwa baru atau belum dapat laporan masyarakat. Kan sebenarnya mereka sudah punya protap dalam rangka pengawasan tempat-tempat seperti itu. Dan mereka suka 'nglongok' tanpa diminta," kata kriminolog Yesmil Anwar, beberapa waktu lalu.
Wajahnya tampak polos. Kaca matanya pun cukup tebal khas seorang kutu buku. Namun siapa sangka Afif Muslichin, 21, warga Dukuh Kupang Timur itu adalah penjual perempuan di bawah umur kepada pria hidung belang. Pemasarannya pun cukup unik, yakni dengan sistem on-line. Pekan lalu, dia ditangkap Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya. Sebenarnya Afif tak sendiri melakukan bisnis esek-esek online tersebut. Namun dia bekerja sama dengan Endry Margarini alias Vey yang tak lain adalah “mami” yang punya banyak “ayam” di Surabaya. Vey yang warga Bungurasih itu pun berhasil ditangkap polisi. Ternyata Vey masih berumur 20 tahun. Dan saat ditangkap, dia sedang hamil sembilan bulan. Dua hari lalu dia melahirkan di Klinik Polwiltabes Surabaya Jalan Rajawali. “Waduh sekarang saya punya momongan baru,” kata Kanit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya AKP Arbaridi Jumhur lalu tertawa kencang. Dua tersangka trafficiking itu sebenarnya ditangkap pada Kamis (28/1) lalu. Tapi karena masih dikembangkan polisi baru membeberkan kemarin. Jumhur menerangkan, Vey dan Afif adalah komplotan yang baru sekitar dua bulan bekerja sama untuk menjalankan bisnis esek-esek online. Pertemuan mereka berawal dari chatting-an. Sebelumnya, Vey adalah pekerja seks secara freelance menawarkan dirinya melalui iklan-iklan di beberapa surat kabar beberapa situs jejaring sosial. Nah, setelah berjumpa Afif di dunia maya, mereka berdua sepakat untuk bekerja sama. “Vey yang cari stok cewek dan Afif yang cari pemesan lewat internet,” kata Jumhur. Selama dua bulan lebih bisnis mereka berjalan lancar. Pelanggannya tentu saja hidung belang yang gemar chatting. Mereka cukup online dan memilih perempuan-perempuan melalui foto yang sudah disiapkan Afif. Setelah sepakat, pelanggan itu tinggal telepon dan mentransfer uang muka ke rekening Afif. Untuk tempat eksekusi tergantung keinginan pemesan. Rata-rata perempuan-perempuan itu dihargai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu. Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo menceritakan, penangkapan dua pelaku itu berawal dari informasi dari masyarakat. Modusnya pun “melek internet”. Yakni memasarkan dengan cara chatting. Informasi itu segera ditelusuri anak buah Anom. Polisi akhirnya mendapatkan informasi bahwa restoran cepat saji Jalan Basuki Rahmat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para penjaja seks. Beberapa hari polisi mengamati gerak-gerik perempuan-perempuan yang kongko-kongko di sana. “Memang dari penampilannya mereka masih di bawah umur. Dandanannya juga wah,” kata mantan Kasat Pidum Polda Jatim itu. Tak lama kemudian polisi mendapatkan informasi bahwa yang mengoordinasi para pekerja seks di sana adalah Vey dan pemasarannya secara online. Akhirnya pada Kamis (28/1) malam sekitar pukul 23.00 polisi melihat seorang laki-laki mendatangi salah gerombolan perempuan yang dicurigai pekerja seks itu. Tapi tak lama kemudian, Afif, pria itu, pergi bersama tiga perempuan lainnya. Salah satu wanita itu adalah Vey. Polisi yang sudah lama nyanggong, segera membuntuti mereka. Ternyata Afif Cs yang naik taksi tersebut masuk ke salah satu hotel di Jalan Ngagel, kamar 514. Tapi polisi tak gegabah. Mereka tetap menunggu. Tak lama kemudian Vey, Afif, dan satu perempuan lainnya keluar hotel. Polisi berpakaian preman itu langsung menyebar. Satu tim mengikuti Vey dan komplotannya yang keluar hotel. Sedangkan tim lainnya menunggu di hotel itu. Ternyata Vey kembali ke restoran itu dan membagi-bagi uang. Melihat itu, polisi pun segera bertindak. Mereka menangkap Vey, Afif, dan tiga PSK lainnya. Sedangkan di hotel itu, polisi juga menggerebek kamar 514. Di sana mereka menangkap satu PSK. Sebagai barang bukti polisi menyita 3 kondom, 1 sprei, 1 selimut, 8 HP, 2 bill hotel, 1 flasdisk berisi foto-foto stok PSK, 1 buku daftar nama dan harga, serta uang tunai Rp 1,7 juta. Polisi akhirnya menetapkan Vey dan Afif sebagai tersangka. Sebab dua orang inilah yang melakukan penjualan para PSK. Menurut Anom, stok PSK Vey mencapai 25 orang. Lima di antaranya masih di bawah umur. “Saya cuma dapat Rp 50 ribu dari setiap transaksi,” kata Afif kepada polisi. Dia mengaku hanya kenal cewek-cewek itu dari Vey. Dan kebanyakan dari mereka PSK itu adalah pelajar dan mahasiswa. “Mereka sebenarnya juga mau kok. Saya kan nawar-nawarkan aja,” ujar pria lulusan SMK tersebut.

Read more at: http://www.ruanghati.com/2010/02/01/prostitusi-online-bispak-bisyar-psk-di-facebook/
Wajahnya tampak polos. Kaca matanya pun cukup tebal khas seorang kutu buku. Namun siapa sangka Afif Muslichin, 21, warga Dukuh Kupang Timur itu adalah penjual perempuan di bawah umur kepada pria hidung belang. Pemasarannya pun cukup unik, yakni dengan sistem on-line. Pekan lalu, dia ditangkap Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya. Sebenarnya Afif tak sendiri melakukan bisnis esek-esek online tersebut. Namun dia bekerja sama dengan Endry Margarini alias Vey yang tak lain adalah “mami” yang punya banyak “ayam” di Surabaya. Vey yang warga Bungurasih itu pun berhasil ditangkap polisi. Ternyata Vey masih berumur 20 tahun. Dan saat ditangkap, dia sedang hamil sembilan bulan. Dua hari lalu dia melahirkan di Klinik Polwiltabes Surabaya Jalan Rajawali. “Waduh sekarang saya punya momongan baru,” kata Kanit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya AKP Arbaridi Jumhur lalu tertawa kencang. Dua tersangka trafficiking itu sebenarnya ditangkap pada Kamis (28/1) lalu. Tapi karena masih dikembangkan polisi baru membeberkan kemarin. Jumhur menerangkan, Vey dan Afif adalah komplotan yang baru sekitar dua bulan bekerja sama untuk menjalankan bisnis esek-esek online. Pertemuan mereka berawal dari chatting-an. Sebelumnya, Vey adalah pekerja seks secara freelance menawarkan dirinya melalui iklan-iklan di beberapa surat kabar beberapa situs jejaring sosial. Nah, setelah berjumpa Afif di dunia maya, mereka berdua sepakat untuk bekerja sama. “Vey yang cari stok cewek dan Afif yang cari pemesan lewat internet,” kata Jumhur. Selama dua bulan lebih bisnis mereka berjalan lancar. Pelanggannya tentu saja hidung belang yang gemar chatting. Mereka cukup online dan memilih perempuan-perempuan melalui foto yang sudah disiapkan Afif. Setelah sepakat, pelanggan itu tinggal telepon dan mentransfer uang muka ke rekening Afif. Untuk tempat eksekusi tergantung keinginan pemesan. Rata-rata perempuan-perempuan itu dihargai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu. Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo menceritakan, penangkapan dua pelaku itu berawal dari informasi dari masyarakat. Modusnya pun “melek internet”. Yakni memasarkan dengan cara chatting. Informasi itu segera ditelusuri anak buah Anom. Polisi akhirnya mendapatkan informasi bahwa restoran cepat saji Jalan Basuki Rahmat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para penjaja seks. Beberapa hari polisi mengamati gerak-gerik perempuan-perempuan yang kongko-kongko di sana. “Memang dari penampilannya mereka masih di bawah umur. Dandanannya juga wah,” kata mantan Kasat Pidum Polda Jatim itu. Tak lama kemudian polisi mendapatkan informasi bahwa yang mengoordinasi para pekerja seks di sana adalah Vey dan pemasarannya secara online. Akhirnya pada Kamis (28/1) malam sekitar pukul 23.00 polisi melihat seorang laki-laki mendatangi salah gerombolan perempuan yang dicurigai pekerja seks itu. Tapi tak lama kemudian, Afif, pria itu, pergi bersama tiga perempuan lainnya. Salah satu wanita itu adalah Vey. Polisi yang sudah lama nyanggong, segera membuntuti mereka. Ternyata Afif Cs yang naik taksi tersebut masuk ke salah satu hotel di Jalan Ngagel, kamar 514. Tapi polisi tak gegabah. Mereka tetap menunggu. Tak lama kemudian Vey, Afif, dan satu perempuan lainnya keluar hotel. Polisi berpakaian preman itu langsung menyebar. Satu tim mengikuti Vey dan komplotannya yang keluar hotel. Sedangkan tim lainnya menunggu di hotel itu. Ternyata Vey kembali ke restoran itu dan membagi-bagi uang. Melihat itu, polisi pun segera bertindak. Mereka menangkap Vey, Afif, dan tiga PSK lainnya. Sedangkan di hotel itu, polisi juga menggerebek kamar 514. Di sana mereka menangkap satu PSK. Sebagai barang bukti polisi menyita 3 kondom, 1 sprei, 1 selimut, 8 HP, 2 bill hotel, 1 flasdisk berisi foto-foto stok PSK, 1 buku daftar nama dan harga, serta uang tunai Rp 1,7 juta. Polisi akhirnya menetapkan Vey dan Afif sebagai tersangka. Sebab dua orang inilah yang melakukan penjualan para PSK. Menurut Anom, stok PSK Vey mencapai 25 orang. Lima di antaranya masih di bawah umur. “Saya cuma dapat Rp 50 ribu dari setiap transaksi,” kata Afif kepada polisi. Dia mengaku hanya kenal cewek-cewek itu dari Vey. Dan kebanyakan dari mereka PSK itu adalah pelajar dan mahasiswa. “Mereka sebenarnya juga mau kok. Saya kan nawar-nawarkan aja,” ujar pria lulusan SMK tersebut

Read more at: http://www.ruanghati.com/2010/02/01/prostitusi-online-bispak-bisyar-psk-di-facebook/
Wajahnya tampak polos. Kaca matanya pun cukup tebal khas seorang kutu buku. Namun siapa sangka Afif Muslichin, 21, warga Dukuh Kupang Timur itu adalah penjual perempuan di bawah umur kepada pria hidung belang. Pemasarannya pun cukup unik, yakni dengan sistem on-line. Pekan lalu, dia ditangkap Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya. Sebenarnya Afif tak sendiri melakukan bisnis esek-esek online tersebut. Namun dia bekerja sama dengan Endry Margarini alias Vey yang tak lain adalah “mami” yang punya banyak “ayam” di Surabaya. Vey yang warga Bungurasih itu pun berhasil ditangkap polisi. Ternyata Vey masih berumur 20 tahun. Dan saat ditangkap, dia sedang hamil sembilan bulan. Dua hari lalu dia melahirkan di Klinik Polwiltabes Surabaya Jalan Rajawali. “Waduh sekarang saya punya momongan baru,” kata Kanit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya AKP Arbaridi Jumhur lalu tertawa kencang. Dua tersangka trafficiking itu sebenarnya ditangkap pada Kamis (28/1) lalu. Tapi karena masih dikembangkan polisi baru membeberkan kemarin. Jumhur menerangkan, Vey dan Afif adalah komplotan yang baru sekitar dua bulan bekerja sama untuk menjalankan bisnis esek-esek online. Pertemuan mereka berawal dari chatting-an. Sebelumnya, Vey adalah pekerja seks secara freelance menawarkan dirinya melalui iklan-iklan di beberapa surat kabar beberapa situs jejaring sosial. Nah, setelah berjumpa Afif di dunia maya, mereka berdua sepakat untuk bekerja sama. “Vey yang cari stok cewek dan Afif yang cari pemesan lewat internet,” kata Jumhur. Selama dua bulan lebih bisnis mereka berjalan lancar. Pelanggannya tentu saja hidung belang yang gemar chatting. Mereka cukup online dan memilih perempuan-perempuan melalui foto yang sudah disiapkan Afif. Setelah sepakat, pelanggan itu tinggal telepon dan mentransfer uang muka ke rekening Afif. Untuk tempat eksekusi tergantung keinginan pemesan. Rata-rata perempuan-perempuan itu dihargai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu. Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo menceritakan, penangkapan dua pelaku itu berawal dari informasi dari masyarakat. Modusnya pun “melek internet”. Yakni memasarkan dengan cara chatting. Informasi itu segera ditelusuri anak buah Anom. Polisi akhirnya mendapatkan informasi bahwa restoran cepat saji Jalan Basuki Rahmat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya para penjaja seks. Beberapa hari polisi mengamati gerak-gerik perempuan-perempuan yang kongko-kongko di sana. “Memang dari penampilannya mereka masih di bawah umur. Dandanannya juga wah,” kata mantan Kasat Pidum Polda Jatim itu. Tak lama kemudian polisi mendapatkan informasi bahwa yang mengoordinasi para pekerja seks di sana adalah Vey dan pemasarannya secara online. Akhirnya pada Kamis (28/1) malam sekitar pukul 23.00 polisi melihat seorang laki-laki mendatangi salah gerombolan perempuan yang dicurigai pekerja seks itu. Tapi tak lama kemudian, Afif, pria itu, pergi bersama tiga perempuan lainnya. Salah satu wanita itu adalah Vey. Polisi yang sudah lama nyanggong, segera membuntuti mereka. Ternyata Afif Cs yang naik taksi tersebut masuk ke salah satu hotel di Jalan Ngagel, kamar 514. Tapi polisi tak gegabah. Mereka tetap menunggu. Tak lama kemudian Vey, Afif, dan satu perempuan lainnya keluar hotel. Polisi berpakaian preman itu langsung menyebar. Satu tim mengikuti Vey dan komplotannya yang keluar hotel. Sedangkan tim lainnya menunggu di hotel itu. Ternyata Vey kembali ke restoran itu dan membagi-bagi uang. Melihat itu, polisi pun segera bertindak. Mereka menangkap Vey, Afif, dan tiga PSK lainnya. Sedangkan di hotel itu, polisi juga menggerebek kamar 514. Di sana mereka menangkap satu PSK. Sebagai barang bukti polisi menyita 3 kondom, 1 sprei, 1 selimut, 8 HP, 2 bill hotel, 1 flasdisk berisi foto-foto stok PSK, 1 buku daftar nama dan harga, serta uang tunai Rp 1,7 juta. Polisi akhirnya menetapkan Vey dan Afif sebagai tersangka. Sebab dua orang inilah yang melakukan penjualan para PSK. Menurut Anom, stok PSK Vey mencapai 25 orang. Lima di antaranya masih di bawah umur. “Saya cuma dapat Rp 50 ribu dari setiap transaksi,” kata Afif kepada polisi. Dia mengaku hanya kenal cewek-cewek itu dari Vey. Dan kebanyakan dari mereka PSK itu adalah pelajar dan mahasiswa. “Mereka sebenarnya juga mau kok. Saya kan nawar-nawarkan aja,” ujar pria lulusan SMK tersebut

Read more at: http://www.ruanghati.com/2010/02/01/prostitusi-online-bispak-bisyar-psk-di-facebook/

Foto Bugil Siswi SMP Batang


 
BATANG – Setelah beberapa waktu lalu dihebohkan beredarnya video mesum yang diduga 2 pasang remaja yang masih duduk di bangku SMA di Pekalongan, kini beredar lagi foto syur yang diduga juga seorang siswi Pekalongan.
Foto-foto bugil berbagai pose yang nampaknya diambil sendiri oleh obyek gambar dengan HP kamera ini beredar luas di Kabupaten Batang. 
Menurut cerita yang beredar di masyarakat, foto-foto tersebut diabadikan sendiri oleh sang model foto syur melalui telepon genggam yang memiliki fasilitas kamera.
Muncul juga cerita bahwa, foto-foto tersebut direncanakan akan digunakan sebagai kenang-kenangan kepada sang pacar.
Puluhan foto-foto dengan berbagai gaya eksotis tersebut beredar dari HP ke HP, terutama di kalangan anak remaja yang saat ini gandrung akan HP canggih.
Melalui fasilitas yang dimiliki HP-HP canggih tersebut, foto-foto vulgar seorang gadis manis beredar dengan deras.
Dalam foto itu sendiri digambarkan sang model tengah berpose dengan berbagai gaya. Tidak hanya itu, lokasi pengambilan gambar pun berpindah-pindah.
Mulai dari saat beraktifitas di dalam kamar mandi hingga tempat tidur sang model. Dengan indahnya model itu memposekan diri bak model porno.
Di kamar, tampak di dalam gambar, gadis manis tersebut tengah berpose tiduran dengan posisi telanjang. Beberapa gambar menunjukan foto vulgar dari pinggul hingga atas.
Sedangkan beberapa gambar lainnya memfoto dirinya telanjang tanpa kelihatan kepalanya. Hanya tubuh moleknya yang tampak tanpa selembar benang.
Demikian juga saat beraktivitas di kamar mandi. Bahkan, saat buang air besar (BAB), gadis iseng tersebut memfoto dirinya dari arah depan tengah berjongkok.
Salah satu sumber yang meminta namanya dirahasiakan saat ditemui Radar Pekalongan menuturkan, foto-foto syur tersebut sudah beredar sejak setengah bulan yang lalu.
Ia sendiri mendapatkan foto-foto itu dari tranfers melalui HP milik rekannya.
"Saya sendiri hanya dikirimi beberapa buah saja. Namun dimungkinkan masih banyak lagi foto-foto yang lain, karena menurut informasi ada sekitar 40an foto yang posenya lebih menantang. Dan foto-foto ini sudah beredar luas di masyarakat, terutama anak-anak remaja seumuran saya," terang sumber tadi.
Masih menurut sumber tersebut, dari rekannya tersebut ia memperoleh informasi bahwa model dalam foto tersebut merupakan warga Batang.
Dimana ia saat ini tengah duduk di salah satu SMA di Kota Pekalongan. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, model tersebut diisukan anak dari orang terpandang di daerahnya.
"Bahkan katanya ada yang posenya sedang membuang air besar di dalam kamar mandi. Tapi saya sendiri tidak dapat yang itu. Kata orang foto-foto ini juga sudah beredar melalui internet, tapi saya sendiri belum membuktikan," tuturnya

Bisnis Esek-esek di Bandungan Semarang


Ini adalah kisah nyata, pengalaman dari sebuah ketidaksengajaan yang menghasilkan cerita seru. Alkisah diri ini sedang bertandang ke Bandung, nah dalam sebuah kesempatan yang membuat diri ini harus ke bengkel cuci mobil. Kedekilan kendaraan yang dikendarai sudah tak tertahankan, dan sangat malas untuk mencucinya sendiri.
Karena tidak hapal peta perbengkelan di Bandung, terutama perbengkelan cuci mobil, maka diputuskanlah sembarang tempat cuci mobil yang tampak akan didatangi. Di seputar jalan raya antara Bandung-Garut itulah kemudian tampak bengkel cuci mobil, dan senyambi menunggu mobil di cuci….nah ini dia, pikiran orang yang ga mau diam….:)) lalu terpikirkan, kenapa tidak sambil santai bercreambath or paling tidak keramas dan blow di salon terdekat.
Jadilah diri ini beranjak keluar halaman bengkel cuci mobil, lalu mengikuti arah kaki melangkah saja, tak jauh dari bengkel itu tampaklah sebuah salon kecil. Uhmm, salon sederhana… diri ini membatin, lalu dengan sok yakin masuk saja.
Begitu sampai di ambang pintu, tampaklah bagian dalam salon kecil itu yang benar-benar kecil. Hanya ada 1 tempat cuci rambut, 2 perangkat kursi klien yang menghadap kaca, lalu dua sofa memanjang, beserta ada tiga perempuan cantik, ehem-ehem, yang terdiam dari celoteh di antara mereka ketika melihat kehadiran diri ini.
Tidak ada sambutan, malah pandangan janggal yang diri ini terima, lalu salah satu di antaranya bergerak perlahan menghampiri: “Mau apa neng?” tanyanya, dan dengan keraguan yang mulai muncul, diri ini menjawab pelan, dengan nada jawaban seperti pertanyaan: “keramas dan blow?” Lalu si Mbak cantik ini menyilahkan diri ini duduk di bagian cuci rambut, dan “keanehan-keanehan” berikutnya pun muncul bertubi-tubi, sementara dua mbak lainnya, masing-masing tetap duduk di sofa masing-masing (1 sofa, 1 orang).
Keanehan yang super “ANEH” adalah, si mbak yang hendak mengkeramas rambut tiba-tiba menyeletuk “Aduh shampoo abis…” sambil berusaha memencet-mencet sisa-sisa cairan shampoo dari tempatnya. Deg, jelas perasaan ini makin tidak enak, sebuah salon, kehabisan shampoo dan tanpa cadangan??.
Keanehan berikutnya, senyambi mengkeramas, si mbak tadi kemudian melanjutkan obrolannya dengan dua rekannya, yang dibicarakan jadi tidak jelas, tapi ada konotasi dengan “bisnis mereka”, siapa ikut siapa, siapa ada di mana, enak tidak enak dengan “klien”, dan sebagainya.
Setelah sekadarnya rambut ini dibasahi dan diaduk-aduk sejenak dengan cairan seadanya tadi, maka tibalah diri ini di dudukkan di depan kaca.
Keajaiban berikutnya pun terjadi, tiba-tiba mbak-mbak tadi (ketiganya) mendadak ramah, sangat ramah, ketika ada seorang pria masuk, bertandang, dan dengan akrabnya duduk di sofa yang tersedia. Walah, indikasi salon esek-esek pun tak terhindarkan. Semuanya yang tadi heran dengan kedatangan diri ini, mendadak sangat ramah tamah dengan kehadiran pria ini.
Kemudian, dengan -sekali lagi seadanya- mem-blow rambut diri ini, mbak yang melayani ini beserta dua rekannya tadi ceria berbagi cerita dengan sang tamu pria. Demikian cepatnya proses pengkeramasan rambut diri ini, maka proses pem-blow-an yang “seolah-olah” tadi juga segera hendak di-usai-kan.
Hasilnya? Tentu saja makin tidak jelas bentuk rambut diri ini. Merasakan aura mau cepat diusir, maka diri ini pun kerasa, dan segera saja beranjak serta menanyakan berapa yang harus diri ini bayar, dan keanehan terakhir pun terjadi, si mbak agak ragu mengungkapkan tarifnya, tapi kemudian dengan suara pelan berkata: “6000 rupiah”, Yak betul teman, HANYA 6000 rupiah:).
Setelah usai membayar, kaki pun buru-buru melangkah, dan tulisan di bagian kaca depan salon sebenarnya sudah memberikan indikasi: “Salon Pria dan Wanita” namun dengan tampilan siluet pria. Jadinya ya yang diharapkan mampir ya macam mas-mas tadi lah. Setelah selidik punya selidik, memang di daerah ini banyak salon “rangkap” rupanya, merangkap dengan bisnis esek-esek tadi.
Ketika diri ini berbagi cerita dengan beberapa teman, maka beberapa di antaranya pun menyeletuk nakal, “Kenapa ga sekalian nyoba???” walah…walah…walah….

Bisnis Esek-esek di Pantura



Hari mulai beranjak gelap. Gerimis hujan terus membasahi bumi, dingin menusuk tulang. Malam itu, lalu lalang kendaraan di jalan lintas utara (Pantura) tepatnya di sekitar kawasan Besuki, depan timbangan tampak lengang. Entah apa gerangan, hanya ada satu dua kendaraan yang mencoba menerobos dinginnya malam.

Tot…tot…tot…bunyi klakson sebuah mobil kanvas tiba-tiba memecah kesunyian kawasan. Kendaraan itu perlahan mulai merapat ke tepian dekat sebuah warung kecil yang berada cukup jauh dari pemukiman warga. Dua orang pemuda paruh Baya yang tampak kedinginan berlari-lari kecil masuk ke dalam warung menghindari gerimis hujan. Ya…itu dia warung senggol yang belakangan mulai populer di kalangan pengemudi truk dan mobil box di Pantura.

Memasuki warung mungil minuman mulai menyeruak. Tapi dua pemuda itu tak buru-buru memesan minuman. Mereka lebih memilih makan mie rebus, mungkin sudah keroncongan selepas menancap gas seharian dari arah Surabaya. Perut sudah terisi tapi dinginnya malam terus menusuk tulang seakan-akan tak mau diajak kompromi. Minuman beralkohol pun mulai dipesan dan satu per satu ditenggak sambil ditemani beberapa orang wanita yang biasa mangkal di tempat itu.

Belakangan tercium wanita-wanita itu bukan sekadar pelaris warung tapi siap diajak kencan. Biasanya mereka dibawa langsung pengemudi truk tapi ada juga yang mungkin sudah kebelet langsung "tancap gas" di tempat itu. Karena di belakang tersedia bilik-bilik kecil yang siap dijadikan "arena perang".

Sambil menenggak minuman oborolan antara pemuda itu dan wanita-wanita penghibur pun terus mengalir dan gelak tawa mulai membahana. Mata salah seorang pria tadi mulai memerah, mungkin kebanyakan minum. Lama berselang satu dari dua orang pria tadi mulai tampak bosan. Wanita seakan sudah paham dan tak lama kemudian mereka sama-sama beranjak ke belakang. Diam sejenak. Entah apa yang mereka lakukan di belakang.

Truk-truk angkutan merapat di sebuah tempat peristirahatan. Mereka beristrihat sambil menikmati hidangan "lezat" dan menjelang pagi mereka akan meluncur lagi. Satu jam kemudian baru pria itu keluar sambil membereskan kancing bajunya. Tepat sepertiga malam, hujan mulai reda dan mereka pun mulai meluncur ke tempat tujuan. Belakangan tercium kalau sopir-sopir truk dan kanvas sering singgah di tempat itu sekadar melepas lelah sambil menikmati sajian “lezat” yang tersedia. Ya...sekadar menghangatkan badan di kala hujan menghadang di tengah perjalanan.

Selain warung senggol di sepanjang Pantura ada juga rumah sekaligus berfungsi sebagai tempat esek-esek atau rumah bordir. Dalam suatu kesempatan “Y” yang disebut-sebut maminya para PSK saat ditanya tidak menepis keberadaan bisnis itu. Apalagi kawasan Besuki yang menjadi tempat mangkal lama para PSK sudah diberangus massa. Akhirnya mereka migrasi dan menjadikan Bali dan Kalimantan sebagai Alternatif karena keamanannya lebih terjamin.

“Sejak membuka usaha (rumah bordil, red) ini belasan tahun yang lalu, semua berjalan lancar. Kalaupun ada gangguan, bisa diatur sedemikian rupa. Setelah suami saya meninggal pun usaha ini tetap saya lakukan dan aman-aman saja,” beber “Y” (53), germo bekas tempat komplek pelacuran Rajawali, Kecamatan Besuki, belum lama ini. Menurutnya, jaminan keamanan merupakan kunci utama dalam bisnis esek-esek ini. Anak buahnya yang mangkal di rumah bordil ini menjadi nyaman. Usaha yang mereka lakukan dapat berjalan tanpa ada rasa was-was atau takut bakal digaruk. Apalagi, sejak lokalisasi Rajawali ditutup oleh Pemkab Situbondo, banyak PSK yang datang mencari tempat baru.

Namun untuk Antisipasi Mami "Y"cukup pintar menutupi dan memang usaha rumah bordil yang dikelolanya tidak terlalu kentara karena di sampingnya ada warung sebagai tempat memesan minuman dan makanan. Mobil box (kanvas) juga sering mampir sekadar melepas lelah setelah menjalani perjalan yang cukup panjang. Sembari istirahat, mereka bisa menikmati hidangan yang tersaji.

“Rth” (27), anak buah Mami “Y” yang berasal dari Krucil Probolinggo pun tidak menutupi adanya jaminan keamanan di lokasi barunya ini. “Sebelumnya saya di lokalisasi Padang Bulan Banyuwangi Bang. Di sana banyak sekali gangguan, apalagi saingan antar PSK juga mulai ketat, sekarang banyak pendatang baru yang usianya masih sangat muda (ABG) jadi saya lebih banyak nongkrongnya ketimbang melayani tamu. Tamu sekarang banyak memilih cewek yang masih muda, usaha ini terpaksa kita lakukan untuk meringankan Beban keluraga di kampung,” ungkapnya.

Sebagai single parent, ibu sekaligus bapak dari anak tunggalnya yang di tinggal di sebuah desa terpencil di kawasan Probolinggo, bersama orang tuanya, “Rth” terpaksa banting tulang mencari uang. Untuk kerja kantoran tidak mungkin, karena tidak punya ijazah. Pendidikan yang dijalaninya pun hanya sampai kelas lima sekolah dasar (SD). “Saya terpaksa kawin muda, karena kondisi keluarga kami yang morat-marit. Oleh orang tua saya dipaksa kawin sama lelaki yang sudah punya istri dua, tapi kaya. Namun, setelah lahir anak pertama laki-laki itu kawin lagi dengan wanita lain yang lebih muda,” ujar “Rth” mengurai masa lalunya yang kelabu.

Tidak tahan menerima penderitaan yang dialami, akhirnya ia terjerumus ke lembah hitam ini. Awalnya, hanya coba-coba, setelah itu jadi ketagihan. Apalagi, pekerjaan yang dilakukan ini selain mendapatkan kepuasan juga mampu meringankan beban keluarga di kampung.

“Pertama kali diajak teman, sekitar empat tahun yang lalu. Ke Bali katanya enak, dan gampang cari duit. Setelah minta restu sama orang tua, akhirnya saya Berangkat mengikuti jejaknya. Walau hati manangis karena harus berpisah jauh dengan putri semata wayang,” katanya sembari menghembuskan asap rokoknya jauh-jauh.